Resume Keduapuluh
Tanggal : 1 Juli 2022
gelombang : 25
Tema : Menguak dapur penerbit mayor
Narasumber : Edi S. Muyanta
Tak terasa sudah dua puluh kali mengikuti kegiatan belajar menulis bersama PGRI, telah banyak materi yang diperoleh. Semuanya sangat bermanfaat dan semoga dapat direalisasikan untuk menjadi penulis yang handal. Sebagai salah satu syarat kelulusan dari Pelatihan Belajar Menulis adalah menerbitkan buku solo dengan minimal pengumpulan resume sebanyak 20 kali pertemuan, maka kegiatan malam ini adalah menggenapkan jumlah pertemuan tersebut bagi peserta yang menulis resume secara runtut.
Berikut profil sosok narasumber hebat malam ini, mari kita simak tautan berikut untuk lebih mengenal Beliau.
https://www.pbuandi.com/2021/11/edi-s-mulyanta.html?view=flipcard
Bisa juga melihat-lihat buku-buku digital yang sudah terbit di www.pbuandi.com
Di sana kita bisa melihat buku-buku yang terbit selama pandemi dalam bentuk digital.
Narasumber bercerita kalau beliau sudah hampir 20 tahun mengelola penerbitan buku, awalnya adalah penulis buku mandiri yang hidupnya full dari menulis buku. Kemudian dipercaya untuk mengelola penerbitan buku di Yogyakarta. Dua Tahun Pandemi sungguh merupakan masa terberat selama karier beliau mengelola penerbitan buku. Tahun 2019 merupakan tahun yang paling berat dalam dunia penerbitan buku, karena perubahan teknologi betul-betul seperti bayang-bayang kelam yang dapat melahap dunia penerbitan buku di Indonesia bahkan di dunia. Ditambah serta diperparah lagi dengan pandemi Covid yang menambah luluh lantaknya industri penerbitan di Indonesia
Beruntungnya sebelum pandemi, pemerintah telah mengeluarkan undang-undang perbukuan yang mencoba format baru digital untuk dapat dikembangkan di dunia perbukuan Indonesia.
Dunia penerbitan yang saat ini di bawah IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia), menjadi was-was dan memandang cukup berat tantangan ke depan dunia cetak dan produksi buku. Undang-undang no. 3 tahun 2017 tentang sistem perbukuan, telah memberikan isyarat yang tegas akan hadirnya format media digital yang telah diberikan keleluasaan untuk secara bertahan menggantikan dunia cetak. Dipertegas lagi dengan keluarnya Peraturan Pemerintah no. 22 yang keluar pada tahun 2022, telah memberikan petunjuk secara tegas untuk memberikan arah ke dunia digital di penerbitan.
Narasumber menjelaskan keada peserta sebagai calon penulis harus memahami hal ini, karena atmosfir dunia penerbitan perlahan-lahan akan berubah, karena posisi penulis menjadi semakin strategis dalam industri penerbitan. Hal tersebut membuat dunia penerbitan bergegas untuk mengubah haluan visi misi mereka ke arah yang lebih up to date, menyongsong perkembangan teknologi yang lebih cepat dibandingkan perkembangan dunia bisnis penerbitan secara umum. Beberapa penerbit yang tidak dapat mengikuti perkembangan jaman, akhirnya mencoba mengurangi intensitas terbitan bukunya, akhirnya berimbas pula ke jumlah produksi buku mereka, dan memukul pula pendapatan atau omzet buku mereka. Penerbit buku di bawah IKAPI adalah penerbit yang mementingkan UUD (Ujung-ujungnya Duit) untuk mempertahankan kelangsungan bisnisnya. Secara otomatis cash flow akan terganggu, sehingga banyak penerbit akhirnya berpindah haluan ke usaha yang lain.
Tahun 2020-2022 merupakan masa paceklik bagi industri penerbitan, akan tetapi berbeda dengan dunia penulisan yang justru marak-maraknya. Hal ini mungkin karena aktifitas kita dibatasi, sehingga banyak yang memberikan kesempatan untuk bekerja dari rumah (WFH). Penerbit seperti kami, tidak kekurangan naskah selama pandemi, dengan angka naskah masuk yang masih stabil. Akan tetapi angka penjualan yang turun hingga 90%, dimana toko buku sebagai outlet utama kami banyak yang tutup. Sekolah dan kampus sebagai sumber pendapatan kami juga melakukan proses belajar mengajar secara daring.
Produksi buku reguler sempat terhenti, sehingga banyak penulis yang mempertanyakan masa depan penerbitan di Indonesia secara umum. Tidak semua tema buku, ternyata bisa digantikan oleh digital, hal inilah yang memberikan harapan baru penerbit untuk masih tetap memertahankan lini bisnis bukunya. Titik balik (rebound) pasar buku yang lesu tampaknya sudah mulai terasa mulai awal tahun 2022 ini, sehingga beberapa penerbit yang terlanjur mengurangi produksi bukunya bisa tertinggal oleh penerbit yang masih konsisten memertahankan produksi bukunya.
Data-data pemasaran tidak pernah bohong, bahwa beberapa buku dengan tema yang khas ternyata masih sangat baik di pasar. Para penerbit saat ini sedang gencar untuk tetap mempertahankan lini bisnis, yang memang telah teruji oleh perubahan jaman. Hal ini memang membutuhkan dana yang luar biasa besa untuk mencoba menggali lebih dalam pasar-pasar buku yang tidak tergoyahkan dengan perkembangan teknologi yang begitu gencar. Di dalam dunia Start-up dikenal dengan strategi bakar uang, nah di penerbit-penerbit masih mencoba untuk melakukan beberapa penelitian tema yang masih tetap baik di pasar.
Tema yang menjadi primadona ke depan adalah berkaitan dengan kurikulum baru Merdeka Belajar. Kita tentunya mempunyai pengalaman tentang hal ini, bisa dicoba ditawarkan ke penerbit. Peluang untuk terbit cukup menarik dengan tema kurikulum yang baru.
Penerbit-penerbit mayor mempunyai idealisme masing-masing, sehingga perlu diperhitungkan jika mengusulkan usulan buku ke penerbit-penerbit tersebut. Toko buku saat ini sudah mulai kembali menggeliat, peluang terbit di lini toko buku memang cukup berbeda dengan lini sekolah maupun kampus. Tema buku yang menjadi andalan Toko Buku saat ini adalah tema buku non teks, seperti buku Anak, Buku Motivasi dan Agama, Fiksi, hingga buku Masak yang masih nangkrin di 10 besar data buku terlaris di setiap toko buku di Indonesia.
Yang menjadi permasalahan klise di dunia penerbitan adalah masalah modal beserta pembiayaan produksi buku yang cukup besar nulainya dalam sebuah proyek terbitan satu judul buku. Konsep dasar pembiayaan dalam penerbitan buku, adalah penerbitnya yang membiayai. Nah karena banyak tulisan yang tidak sesuai dengan misi dan visi penerbit akhirnya tidak dapat terbit. Karena banyaknya buku yang ditolak penerbit, akhirnya penerbit memberikan skema lain dalam penerbitannya. Misalnya dibiayai oleh penulisnya sendiri, baik melalui skema dana pribadi, CSR Perusahaan, Dana Penelitian Daerah, Dana Sekolah dll.
Skema penerbitan Indi, sempat marak saat pandemi, dengan pembiayaan dari penulis akhirnya sebuah naskah dapat diterbitkan. Maraknya penerbitan indi ini ternyata memicu permasalahan yang lain yang belum pernah terjadi selama saya berkarier di dunia penerbitan yaitu menjadi langkanya nomor ISBN di perpustakaan nasional.
Geger ISBN pun menjadikan permasalah literasi di Indonesia menjadi sorotan dunia. Begitu besar semangat untuk menulis di Indonesia menjadikan nomor ISBN pun tidak kuasa menerima energinya. Ternyata ada anomali yang tidak wajar terjadi didunia perbukuan di Indonesia. Wadah ISBN yang biasanya tersedia dengan mudah untuk mendapatkannya, saat ini menjadi nomor mewah yang cukup sulit untuk mendapatkannya. Mengapa bisa demikian, hal ini karena dipicunya keinginan menulis buku hanya untuk mengejar angka kredit semata, tidak memikirkan apakah tulisan tersebut disebarluaskan ke masyarakat seperti amanat undang-undang perbukuan 2017.
Dari presentasi perpustakaan nasional tentang fungsi ISBN, Pemicu kelangkaan ISBN adalah nomor 5 tersebut, pada dasarnya bukan karena kesalahan ekosistem penerbitan. Saat ini konsep penerbitan buku oleh pemerintah dicoba untuk kembali sesuai dengan Undang-undang perbukuan 2017, dimana terbitan buku harus tersebar luas di masyarakat.
Perpustakaan nasional akhirnya memberikan kebijakan baru untuk membuat sub nomor untuk menghemat ISBN yang telah dijatah oleh ISBN Internasional. Ini adalah struktur utama ISBN, pada publication element menunjukkan jumlah produksi buku yang telah diterbitkan untuk mengetahui jumlah rata-rata produksi buku sebuah penerbit. Semoga dengan kebijakan ini, semangat menulis bapak-ibu masih tetap terjaga. Buku adalah sumber ilmu, yang memang harus disebarluaskan ke masyarakat untuk meningkatkan literasi di segala bidang.
Lalu buku apa yang dapat bkita tulis, sebaiknya kita mengikuti aturan pemerintah yang paling baru. Tulislah sesuai dengan kompetensi serta minat kita. Buku dengan Omzet terbesar adalah buku teks pelajaran utama, karena pasarnya sangat besar seluruh sekolah di Indonesia.. Buku ini melalui proses seleksi dari pemerintah yang cukup ketat. Semua penerbit mempunyai peluang yang sama, akan tetapi penerbit yang misi dan visinya di buku pelajaran biasanya yang lebih siap.
Buku teks pendamping atau modul biasanya mempunya pasar yang lebih kecil, akan tetapi sangat fleksibel pola pemasarannya. Tidak mustahil buku ini juga mempunyai omzet yang cukup besar juga disalurkan di proyek-proyek pemerintah. Buku umum pasarnya paling kecil, karena outlet utama adalah di toko buku baik toko buku modern maupun tradisional.
Penerbit mayor mempunya saluran pemasaran yang cukup banyak, atau disebut omni channel marketing sehingga selama pandemi bisa berkelit di saat yang sulit. Sebagai calon penulis, kita dapat mencoba menawarkan semua tipe tulisan supaya peluang terbitnya menjadi lebih besar. Saat ini pasar buku sudah mulai bangkit lagi, akan tetapi produksi buku sudah terlanjur melambat. Sehingga bulan-bulan ke depan, jumlah judul buku yang beredar di Indonesia akan mengalami penurunan akibat 2,5 tahun pandemi. Ini kesempatan bagi kita untuk tetap semangat menulis karena pasar buku masih cukup menarik mengingat buku fisik masih menjadi andalan utama penerbit dalam mencari peruntungannya.
Kesimpulan
Penerbit adalah lembaga yang mencari profit, dan mempunyai idealisme dalam menerbitkan bukunya sesuai dengan visi misinya. Penulis dapat mengikuti idealisme penerbit dalam menghasilkan buku yang akan dinikmati oleh pembacanya. Kirimkan usulan penerbitan buku, supaya ide Anda dapat ditangkap penerbit dan disebarluaskan ke pembaca.
Demikian paparan dari narasumber yang sangat jelas dan memberikan gambaran tentang dunia penerbitan di Pasca Pandemi yang cukup memporak porandakan lini bisnis penerbitan. Harapan narasumber mudah-mudahan pasar buku bisa kembali pulih, dan naskah peserta belajar menulis ini akan menghiasi rak-rak toko buku kembali, dan tas-tas sekolah anak didik kita.
Materi yang luar biasa, terkuak sudah dapur penerbit mayor. Resume ini asli dari narasumber yang sedikit pun tidak ada yang dikurangi karena semua yang diberikan narasumber sangat penting. Semoga bermanfaat.
Tanya Jawab
P 1. Yandri novita sari
Untuk lolos di penerbit mayor apalagi penulis pemula yang nama nya tidak familiar sama sekali tentu butuh usaha ekstra agar bisa lolos di penerbit mayor.
Sebagai pemula tentu yang dikejar pertama itu penerbit indie.
Pertanyaan:
1. Apa boleh, misal kita menerbitkan buku solo lewat penerbit indie.. Trus nanti pengen buku kita ada di penerbit andi, atau gramedia yang notabane nya mayor. Apakah bisa itu pak?
2. Untuk lolos di penerbit mayor (penerbit andi) misal pengen nulis berupa novel, nah untuk kriteria novel yang lolos di penerbit andi itu yang bagaimana pak? Apa genre nya humor, romansa, magic, horor dan lainnya pak.
3. Apakah ada penulis pemula yang lolos dipenerbit andi tanpa menggandeng penulis senior pak?
Jawab:
1. Pada dasarnya sebuah terbitan hanya boleh di dalam satu penerbit saja. Karena hak cipta ada di penulis, maka penulis dapat menerbitkan edisi selanjutnya ke penerbit lain dengan mencabut hak terbit penerbit pertama disebut pula mengalihkan hak terbit.
2. Novel adalah genre yang laku di toko buku dan proyek pemerintah. Nah novel yang bisa lolos di penerbit memang harus mempunyai tema yang kuat, ada unsur pendidikan, lokalitas daerah juga menarik. Sebagai contoh Laskar Pelangi itu mengangkat lokalitas daerah. Negeri Lima Menara mengangkat dunia pesantren. dll.
Genre Humor - contohnya tulisan-tulisan Raditya Dika, masih cukup menarik, hanya perlu riset untuk menentukan tema baru apa untuk generasi digital saat ini.
3. Penulis pemula mempunyai peluang yang besar untuk terbit jika memang unik materinya. Untuk menulis solo memang butuh perjuangan yang lebih berat. Untuk mengatasi nama yang belum dikenal, bapak ibu bisa meminta kata pengantar, atao comment untuk mendongkrak pasar. Tentu comment dan kata pengantar dari penulis senior, tokoh masyarakat, artis atau orang yang dianggap ahli.
P 2 Asep Saya Hidayatullah
Pertanyaan:
Bagaimana prosesnya daftar cetak buku dan pembiayaan bagaimana dan benefitnya apa?
Jawab:
Ada dua konsep yang berbeda, yang perlu bapak ibu ketahui dalam memproduksi buku. Mencetak buku atau menerbitkan buku, keduanyaa mempunyai arti yang berbeda sekali. Mencetak buku, hanya akan memproduksi buku saja tanpa proses editing, setting, dan desain cover. Karena hal ini dilakukan oleh penulis sendiri.
Menerbitkan buku, artinya menyerahkan naskah untuk diproses menjadi buku. Ada proses editing, setting perwajahan buku dalam, perwajahan buku luar (cover) dan back cover. Untuk naskah reguler, pembiayaan dilakukan oleh penerbitnya, dengan terlebih dahulu melakukan kajian bisnis sebuah buku apakah menguntungkan atau tidak. Karena cukup ketatnya kajian bisnis sebuah buku, sehingga banyak buku yang tidak mampu dijual oleh penerbitnya, sehingga diputuskan untuk dikembalikan ke penulisnya.
Penulis terkadang membiayai sendiri karena mendapatkan sponsor, menang hibah penulisan dari pemerintah, atau pembiayaan sendiri. Silakan mengirimkan sampel naskahnya ke email penerbit yang bersangkutan. Penerbit akan melakukan seleksi dan kajian pemasaran buku untuk usulan naskah yang dikirimkan. Apabila diputuskan untuk terbit, maka penerbit akan membiayai penerbitan buku tersebut. Biasanya cetak buku kisarannya antara 1000-2000 eksemplar.
Jumlah cetak saat ini minimal adalah 300 eksemplar, untuk mengantisipasi UU perbukuan 2017 yang mensyaratkan terbitan harus tersebar luas di masyarakat. Hal ini menjadi syarat untuk dapat mengeluarkan ISBN dari perpusnas.
Jumlah cetak 300 eksemplar digunakan kemdikbud untuk memberikan hibah penulisan buku ajar untuk dosen. Kisaran hibah buku adalah 15jt-25 juta untuk produksi buku 300 eksempar, ukuran UNESCO (16x23 cm), font 12 point, 1 spasi.
Benefit dari penerbitan buku adalah sperti yang dijelaskan di muka yaitu angka kredit, reputasi penulis, dan royalty bagi penulis
P 3 Elmi dari Riau BM 25
Pertanyaan
1. Apa syarat utama naskah dapat diterima oleh penerbit mayor.
2. Setiap penerbit tentu ada kelebihan dan kekurangannya. Yang saya tanyakan apa kekurangan dari penerbit mayor.
3. Apa trik yang harus dilakukan oleh penulis pemula agar naskah dapat deal dengan cepat pada penerbit mayor.
4. Kira-kira berapa target penerbitan naskah pada setiap bulan/tahunnya pada penerbit mayor.
5. Kira-kira saat ini apa tema-tema yang akan diterbitkan oleh penerbit mayor. Tentu saja orang dapur pasti tau dong pak. Boleh kan kami dikasih rahasianya sedikit.
Jawab:
1. Syarat utama adalah otentik, mengikuti kaidah buku ajar (untuk buku pelajaran), mengikuti trend ( dapat ditelusur google trend https://trends.google.com/trends/?geo=ID)
3. Naskah harus berani diusulkan ke penerbit, gandeng penulis-penulis senior yang ada di group ini. Sudah 25 angkatan, sehingga tidak ada salahnya bapak ibu bersilaturahmi dengan teman-teman angkatan sebelumnya. Tulislah buku berbarengan dengan tema yang menarik, seperti kurikulum baru, merdeka belajar, pelajar Pancasila, Pengembangan Soft Skill untuk anak didik kita. Buku-buku pengayaan dan hard skill juga masih berpeluang untuk di ulik. Buku yang trend nya tidak surut adalah buku Fiksi (novel) dan buku anaik.
4. Target terbitan penerbit ANDI adalah 500 judul per tahunnya
5. Buku tema Anak sangat menarik untuk diterbitkan, sayang pembuatannya rumit dan membutuhkan kemampuan illustrasi yang banyak. Berani menulis Fiksi dengan muatan lokal, sayang tidak semua penulis piawai merangkai kata-kata fiktif dalam sebuah cerita. Buku Pelajaran baik Utama maupun Pendaping, kelemahannya penulis pesaing sudah banyak sehingga kans terbit sangat ketat persaingannya.
P 4 Rumiati dari gelombang 25.
Setelah membaca penjelasan Bapak tentang dunia Perbukuan dan percetakan pada masa Pandemi, Saya selaku guru yang tidak secara langsung juga membutuhkan buku pelajaran maupun buku pendamping untuk mengajar turut merasakan betapa sulitnya mengajar tanpa tatap muka dengan siswa yang biasanya mereka memiliki buku pegangan yang diterbitkan oleh penerbit tertentu.
Pertanyaan saya:
1. Apa yang dilakukan oleh para penulis buku, percetakan/penerbit buku serta pemasaran buku pada masa sulit tersebut?
2. Jika pihak percetakan beralih ke media digital, apakah proses pemasarannya sama dengan pemasaran buku cetak?
3. Bagaimana nasib buku yang di cetak tanpa mendapatkan ISBN?
4. Apakah ada pengganti ISBN agar karya kita diakui?
Jawab:
1. Penerbit mengalihkan jualannya ke jualan online, sehingga banyak market place yang kami gunakan untuk menyalurkan produksi buku yang sudah tercetak. Saluran pemerintah masih cukup kuat untuk menopang cash flow penerbit. Tentunya penerbit yang mempunyai modal judul buku yang banyak, lebih mudah bertahan. Kami mempunyai sekitar 50rb judul terbit sehingga lebih leluasa memilih atau meramu judul buku untuk proyek pemerintah.
2. Pemasaran buku digital sangat berbeda dengan buku fisik. Contohnya di www.pbuandi.com ini adalah model katalog sederhana pemasaran buku digital. Sayang masih banyak pembaca yang belum familiar dengan transaksi buku digital. Bisa juga di katalog buku-buku pelajaran kami di http://bukudigital.my.id/
3. Buku yang tidak mempunyai ISBN memang akan mendapatkan angka kredit yang kecil, tentu hal ini merugikan penulis yang bertujuan untuk mendapatkan jenjang akademik dari menulis buku
4. ada nomor pengganti isbn yang disebut dengan GGKEY yang dikeluarkan oleh Google, sayang nomor ini belum diakui untuk mendongkrak angka kredit. GGKEY hanya berurusan dengan identifikasi buku yang akan dijual menggunakan platform GOOGLE.
P 5 Sim Chung Wei,
Pertanyaan :
1. Apakah setiap penerbit melaporkan deskripsi buku ke ISBN pusat? Maksudnya secara internasional.
2. Berapa lama proses penomoran ISBN?
3. Jika kita mengajukan satu naskah ke beberapa penerbit mayor, mungkinkan satu buku yg sama terbit di lebih dari 1 penerbit?
Jawab:
1. Betul bapak, ISBN buku kita selalu dilaporkan secara internasional sehingga terpantau oleh pusat ISBN di Inggris. Tidak adan sebuah buku yang sama ISBN nya. . karena nomornya unik seperti sidik jari atau IP Addres internet.. kelemahannya yaitu bisa habis jatah nomornya.
2. Proses standar Perputakaan Nasional adalah 3 hari kerja, pada praktiknya bisa lebih cepat dari standar tersebut, terkadang bisa lama untuk penerbit-penerbit minor atau indi karena ada beberapa persyaratan penyebarluasan yang harus diikuti.
3. Tidak mungkin pak, karena saat pengajuan ISBN akan terdeteksi jika terjadi duplikasi judul. Salah satu akan gugur, biasanya pengajuan yang terakhir akan digugurkan
pertanyaan: Elen, SD Candle Tree Serpong
Tadi Pak Edi menyebutkan angka penjualan yang turun hingga 90%, toko buku sebagai outlet utama banyak yang tutup. Bagaimana Penerbit Mayor bisa tetap survive dengan kondisi seperti itu?
Jawab:
Ini jawaban sama dengan di atas tadi; Penerbit mengalihkan jualannya ke jualan online, sehingga banyak market place yang kami gunakan untuk menyalurkan produksi buku yang sudah tercetak. Saluran pemerintah masih cukup kuat untuk menopang cash flow penerbit. Tentunya penerbit yang mempunyai modal judul buku yang banyak, lebih mudah bertahan. Kami mempunyai sekitar 50rb judul terbit sehingga lebih leluasa memilih atau meramu judul buku untuk proyek pemerintah.
Yang bertahan adalah penerbit yang memang sudah mempunyai modal judul banyak, karena bisa masuk ke beberapa saluran pemerintah. Tampaknya pemerintah konsisten untuk tetap belanja buku selama masa pandemi, sehingga penerbit-penerbit yang koleksi judulnya banyak masih bisa bertahan. Akan tetapi tidak semua penerbit bisa beruntung sperti itu, banyak yang memang kemudian tutup, apalagi ada badai ISBN .. banyak penerbit yang akhirnya menyerah.. krn kesulitan modal produksi buku.
Pertanyaan:
P7 Atimah, Jakarta
Tadi telah disampaikan oleh bapak karena cukup ketat nya kajian bisnis sebuah buku,sehingga banyak buku yang tidak mampu dijual oleh penerbit nya lalu akan dikembalikan ke penulisnya
Bagaimanakah cara menyiasati supaya buku kita laku terjual dan bisa diterima oleh penerbit, apakah ada trik khusus dalam penulisan buku?
Jawab:
Trik yang paling mujarab memang Content is the king sehingga secara organik buku tersebut akan mandiri jualan sendiri. Tapi memang seribu satu buku tersebut. Untuk mendongkrak penjualan biasanya penulis dapat menggunakan jurus klise ATM - Amati Tiru Modifikas dari buku-buku Best Seller Terus rajin menulis berbarengan, supaya nama kita bisa nyangkut di Google, sehingga penerbit dapat meliriknya saat googling, karena googling jejak digital calon penulis biasanya dilakukan oleh penerbit termasuk kami. Trik gampang .. nama bapak ibu coba di google.. apakah menarik indeks google atau tidak.. itulah jejak digital bapak ibu.
P 8 Septi dari Wonosobo:
Pertanyaan:
Untuk lolos di percetakan mayor, minimal berapa halaman dan maksimal berapa halaman, apakah ada ketentuan jumlah halaman?
Jawab:
Menurut aturan UNESCO, ketebalan halaman sebuah buku adalah 40 halaman. Akan tetapi penerbit tidak menggunakan acuan tersebut, banyak buku anak 12 halaman yang laku. Buku 1000 halaman juga bisa laku jika memang sangat dibutuhkan pembaca. Buku Farmakope jumlah halamannya lebih dari 1000 akan tetapi banyak dicari oleh pembacanya yaitu dokter, ahli obat, farmasi, rumah sakit, perawat dll. Jumlah halaman sebenarnya bukan ketentuan utama karena variabel yang memengaruhi buku laku dan tidak bukan hanya dari jumlah halaman saja. Untuk buku ajar, kami biasanya mensyaratkan minimal harus 100 halaman, supaya punggung bukunya ada dan judul buku terlihat.
Pertanyaan
P 9 Een BM 25
Bersyukur dengan adanya pandemi, seandainya tidak ada pandemi maka pembelajaran tatap muka tetap berlangsung dan teknologi tidak berkembang pesat seperti sekarang mengalahkan literasi manual bagi penulis pemula untuk memiliki buku sendiri atau solo pasti masih susah untuk menerbitkannya karena para penerbit masih banyak orderan.
Jawab:
Setuju sekali, Pandemi membawa berkah penetrasi teknologi lebih cepat terjadi, sehingga kita bisa tergagap dan tergopoh-gopoh menyongsongnya daripada terkaget ternyata kita tertinggal jauh...
Demikianlah paparan yang diberikan oleh narasumber, sungguh sayang untuk melewatkan semua paparan dri beliau, sehingga semua saya tuliskan di resume ini. Terima kasih atas ilmu yang telah diberikan, semuanya sangat bermanfaat.
Berikut nasehat dari narasumber, semoga bisa mengaplikasikannya dan apa yang telah diberikan menjadi ladang jariyah, aamiin....
Pandemi tampak seperti ruang gelap tidak ada celah, akan tetapi jika kita menengadah ke atas, ternyata masih ada setitik cahaya yang dapat kita gunakan untuk penunjuk arah. Penerbit-penerbit saat ini masih berjuang untuk hidup, sehingga calon-calon penulis tidak perlu gundah karena tulisan kita pasti akan berlabuh .. jika kita tekun dan tabah melihat cahaya petunjuk tersebut.. salam hormat dan sehat selalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar